Suara Kamisan Manado dan Tangisan Korban Penggusuran

Manado, Kabarprima.com – Komunitas Aksi Kamisan Manado dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado menggelar aksi Kamisan Manado yang di selenggarakan di Cafe Zeunoia Kelurahan Perkamil Kota Manado, Kamis (21/9/2023) Malam.

Aksi Kamisan tersebut dilakukan untuk menghayati sejarah pelanggaran HAM Indonesia yang kerap disebut sebagai September Hitam. Aksi Kamisan juga ditujukan untuk korban perampasan tanah masyarakat Sulawesi Utara yang sampai saat ini masih menuntut hak untuk hidup.

Salah satu Anggota LBH Manado bernama Ali, saat dimintai keterangan Kabarprima.com disela-sela kegiatan aksi Kamisan menyampaikan, aksi ini adalah bagian dari representasi sejarah Indonesia yang kelam.

“September Hitam ini adalah sejarah yang menjadi satu catatan penting yang mengingat kita pada sejarah tragedi 1995 dan 1998 tentang pelanggaran HAM di Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi misteri,” tutur Ali.

Pengacara HAM itu menambahkan, pelanggaran HAM tidak berhenti disitu. Tapi pelanggaran HAM hari ini bukan cuma kepada nyawa manusia saja tapi juga perampasan ruang hidup masyarakat yang dilakukan sampai hari ini.

“Kita lihat saja hari ini perampasan tanah untuk masyarakat Sulawesi Utara terutama masyarakat di daerah Kalasey II, Tingkulu dan Singkil, mereka di rampas ruang hidup, dan diperlakukan tidak adil oleh Pemkot Manado dan Pemrov Sulut. Sudah digusur secara paksa, lalu dilakukan pemukulan terhadap masyarakat, ini sangat miris dan kejam,” ungkap Ali.

Secara terpisah, salah satu korban perampasan tanah di Kelurahan Tingkulu Kota Manado, Nilam safitri Ekung yang dimintai keterangan wartawan Kabarprima.com menggungkapkan kekesalannya kepada Pemerintah Kota Manado, atas pembohongan pengambilan data penduduk oleh SATPOL-PP yang megatasnamakan pemerintah, padahal modus untuk menggusur masyarakat.

Kita sangat kecewa kepada Pemerintah Kota Manado yang membohongi kami sebagai masyarakat. Karena dorang datang pertama dengan cara data penduduk tapi kami heran bukan dari pihak Statistik yang mendata, tapi SATPOL-PP yang datang dengan rombongan, padahal itu bukan dorang pe wewenang,” ungkap Nilam sambil menangis.

Menurut Nilam, pihak SATPOL-PP memang sangat kejam, karena datang bukan mendata nama penduduk tapi tanah milik mereka di cari tahu dengan cara pembohongan pendataan.

Miris, dorang datang bukan lagi dorang tanya tentang data penduduk tapi dorang tanya torang pe luas tanah dan juga torang pe sertifikat tanah padahal ini Pol-PP bukan pihak yang berwenang untuk tanya hal itu,” tutur Nilam.

Ia pun menambahkan saat mereka mempertanyakan hak mereka di Kantor Wali Kota Manado, anaknya di pikuli oleh SATPOL-PP Kota Manado yang menurutnya itu tidak berperikemanusiaan.

“Kami masyarakat sepertinya tidak dianggap oleh Pemerintah sehingga kami mempertanyakan hak kami, malahan kami diperlakukan secara tidak manusiawi, anak saya dipukili. Saya tidak diam. Saya akan proses terus sampai pihak yang memukuli anak saya bertanggung jawab,” ungkap Nilam

Selain itu salah satu keterwakilan masyarakat Kalasey II, Rifly Sanggel pun ikut menggungkapkan isi hatinya terkait tanahnya yang dirampas Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

“Saya sesalkan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam hal ini Olly Dondokambey sebagai Gubernur yang  mengabaikan konstitusi.

Padahal konstitusi dibuat untuk kesejahteraan masyarakat, bukan merampas ruang hidup kami masyarakat,” ungkap Rifly Sanggel.

Diketahui Aksi Kamisan tersebut dilakukan dengan nonton bareng sejarah pelanggaran HAM di Indonesia serta artikulasi puisi dan dihadiri oleh LBH Manado, masyarakat korban penggusuran Kalasey II, masyarakat Singkil, masyarakat Tingkulu, seniman, mahasiswa KNPB dan para aktivis lingkungan hidup Sulawesi Utara.

Berita Pilihan

Berita Terbaru

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IMG_3438

Video

Video

Netizen

Populer