Kabarprima.com – Sepanjang tahun 2024, jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Manado mencapai 400 orang. Angka ini menunjukkan bahwa tantangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular ini masih besar.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado, Steven Dandel, mengungkapkan bahwa pada tahun sebelumnya jumlah penderita HIV/AIDS bahkan lebih dari 400 orang. Dari angka tersebut, 178 di antaranya merupakan warga asli Kota Manado.
“Dinas Kesehatan terus melakukan penelusuran terhadap kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS. Fasilitas pengetesan tersedia di puskesmas, dan obat pengontrol virus disediakan secara gratis,” ujar Dandel, Rabu (26/2).
Namun, Dandel mengakui bahwa tidak semua penderita bersedia menjalani pengobatan. “Banyak yang sudah terdeteksi, tetapi saat akan diberikan pengobatan, mereka justru menghindar,” katanya.
Pencegahan HIV/AIDS: Penggunaan Kondom hingga PrEP
Dalam upaya pencegahan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS), penggunaan kondom serta kesetiaan pada pasangan menjadi langkah utama yang efektif. Selain itu, kini tersedia obat pencegahan HIV yang dikenal sebagai Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP).
Pemegang Program HIV/AIDS & IMS Puskesmas Sario Ns. Kuntari Margareta, S. Kep, menjelaskan bahwa PrEP dapat mengurangi risiko tertular HIV secara signifikan, tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap IMS lainnya, seperti sifilis.
“PrEP hanya mencegah HIV, sedangkan kondom dapat melindungi dari berbagai IMS,” jelasnya. Oleh karena itu, meskipun seseorang mengonsumsi PrEP, penggunaan kondom tetap dianjurkan.
Pengobatan dan Peran ARV bagi ODHA
Bagi mereka yang telah terdiagnosis positif HIV, pemeriksaan rutin dan konsumsi obat Antiretroviral (ARV) secara teratur sangat penting. Setelah enam bulan pengobatan, pasien akan menjalani tes viral load untuk memastikan apakah jumlah virus dalam tubuh sudah tidak terdeteksi.
“Jika viral load tidak terdeteksi, pasien tidak akan menularkan HIV ke pasangannya,” kata Ns. Tari.
Namun, pengobatan ARV harus dikonsumsi seumur hidup untuk mencegah mutasi virus serta menjaga kesehatan pasien. Jika tidak disiplin, kondisi pasien bisa memburuk akibat munculnya Infeksi Oportunistik (IO).
Diskriminasi dan Dukungan Sosial bagi ODHA
Selain tantangan medis, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga kerap mengalami diskriminasi sosial. Banyak dari mereka menarik diri dari lingkungan karena takut dikucilkan, terutama jika status HIV atau orientasi seksual mereka diketahui keluarga.
“Mereka sering takut dijauhi oleh keluarga dan orang terdekat,” ungkap Ns. Tari dalam wawancara eksklusif dengan Kabarprima.com.
Karena itu, dukungan keluarga dan pasangan sangat penting, terutama dalam perencanaan kehamilan yang aman serta pencegahan penularan HIV.
Edukasi Masyarakat dan Peran Sosialisasi
Edukasi tentang HIV/AIDS perlu terus ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar akan bahaya penyakit ini dan langkah pencegahannya. Sosialisasi melalui media sosial serta konten edukatif dapat membantu meningkatkan pemahaman publik.
“Pencegahannya sederhana: gunakan kondom, setia pada pasangan, dan hindari penggunaan jarum suntik bergantian,” tegas Ns. Tari.
Bagi mereka yang belum terinfeksi, menjaga perilaku seksual yang aman adalah kunci utama. Sementara itu, bagi ODHA, kepatuhan dalam mengonsumsi ARV sangat penting agar kondisi kesehatan tetap stabil dan risiko penularan bisa ditekan.
Dengan pemahaman yang baik tentang HIV/AIDS, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada serta mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ini secara efektif. (Wan)