Eks Kapolres Ngada Ajukan Banding atas Vonis Pemberhentian Tidak dengan Hormat pada Kasus Pencabulan Anak Dibawah Umur

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (dok. Istimewa)

 

Kabarprima.com – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menolak vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. AKBP Fajar memutuskan untuk menggunakan hak bandingnya atas putusan tersebut. Usai menyatakan banding, Fajar akan diberikan waktu untuk menyiapkan memori banding, yang selanjutnya akan diserahkan kepada Divisi Propam Polri untuk dilengkapi secara administratif.

Dilansir dari Kompas.com, Proses banding ini akan dilanjutkan dengan pembentukan komisi banding oleh sekretariat Divisi Propam Polri. Sidang banding akan digelar tanpa kehadiran tersangka, AKBP Fajar. Langkah ini diambil setelah Fajar divonis PTDH dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang digelar di Gedung TNCC Polri, Jakarta, pada Senin (17/3/2025).

Sebelumnya, AKBP Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan sejumlah anak di bawah umur. Selain itu, ia juga dinyatakan melanggar etik terkait kasus perzinaan dan penggunaan narkoba. Dalam sidang KEPP, majelis menemukan setidaknya empat pelanggaran berat yang dilakukan Fajar, yaitu: perkosaan terhadap anak di bawah umur, perzinaan tanpa ikatan yang sah, mengonsumsi narkoba, dan memproduksi video kekerasan seksual. Atas pelanggaran tersebut, majelis KEPP memutuskan untuk memecat Fajar dari kepolisian dengan status tidak hormat.

Meski telah divonis PTDH, kasus Fajar belum berakhir. Ia masih harus menghadapi proses hukum pidana terkait tindak pidana yang dilakukannya. Komisi Kepolisian Nasional Indonesia (Kompolnas) mendorong agar Fajar dihukum berat, bahkan hingga hukuman seumur hidup, mengingat jumlah korbannya lebih dari satu.

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 81 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perkosaan terhadap anak dapat dihukum penjara maksimal 15 tahun. Namun, Anam menegaskan bahwa jika korban lebih dari satu atau mengalami kerusakan fisik, hukuman seumur hidup dapat diterapkan. “Ada pasal dalam UU Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa jika korbannya anak-anak, mengalami kerusakan fisik, atau jumlah korbannya lebih dari satu, pelaku bisa dihukum seumur hidup,” ujar Anam.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan oknum polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. Kompolnas dan masyarakat mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa depan.

Sementara itu, proses banding yang diajukan oleh AKBP Fajar akan menjadi langkah berikutnya dalam perjalanan kasus ini. Divisi Propam Polri diharapkan dapat menangani proses banding ini dengan profesional dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. (Wan)

Berita Pilihan

Berita Terbaru

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IMG_3438

Video

Netizen

Populer