Kabarprima.com – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti belum adanya Undang-Undang (UU) yang secara khusus mengatur perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap Masyarakat Hukum Adat. Padahal, menurutnya, keberadaan masyarakat adat sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Tapi sejak Indonesia merdeka sampai hari ini belum ada Undang-Undang yang mengatur implementasi perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat,” kata Pigai, dikutip dari laman CNN Indonesia.
Pengakuan terhadap Masyarakat Adat tercantum dalam Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga mempertegas kedudukan hukum masyarakat adat melalui Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 dan 31/PUU-V/2007.
Pigai menegaskan bahwa kementeriannya mendukung percepatan pembentukan UU Masyarakat Hukum Adat yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Hal ini juga menjadi perhatian karena belum adanya perlindungan hukum yang memadai terhadap masyarakat adat.
Sejalan dengan itu, Koalisi Masyarakat Adat mengadakan pertemuan dengan Menteri HAM dan jajarannya di kantor Kemenkumham. Dalam pertemuan tersebut, mereka meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat terus dikawal hingga disahkan.
Perwakilan koalisi, Abdon Nababan, mengungkapkan bahwa persoalan hak masyarakat adat sering memicu konflik, terutama saat bersinggungan dengan investasi.
“Karena hak-hak masyarakat adat ini tidak teradministrasikan dengan baik dan benar, sehingga menimbulkan konflik ketika ada investasi. Kami sampaikan ke Pak Menteri bahwa masyarakat adat tidak anti-investasi, tapi investasi yang merampas hak-hak masyarakat adat itulah yang kami tolak,” ujarnya.
Diketahui, RUU Masyarakat Adat telah diusulkan sejak 2009 dan berulang kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR. Namun hingga kini belum juga disahkan. Pada tahun 2024, RUU ini kembali masuk dalam daftar Prolegnas tahun 2025. (Klm)